BIBI PETUNIA

6:17 PM Unknown 0 Comments





Bi,
Aku mencari-cari sosokmu pada secangkir kopi pahit, di cangkir yang tak lagi menjejak bekas bibirmu.

Pagiku seperti malam, hingga tubuh hanya ingin meregang diatas pembaringan.

Separuh aku bersamamu, kusimpan diatas bantal, tempatmu melabuhkan mimpi, kukirimkan melalui angin.

Simpan aku ya, bi.

-ariisme
Serang, 22/9/14

0 comments:

PADA BILIK JIWA

4:29 PM Unknown 0 Comments

 




Aku menanti diriku dilahirkan. Dengan resah, aku menunggu di bangku yang penuh sesak itu. Sesekali aku memainkan gadgetku, tidak serius, hanya membunuh waktu.

Manusia lalu-lalang, bercengkrama, menangis, gelisah, seolah-olah mewakili segenap rasaku. Kulayangkan ingatanku pada sepotong roti yang pagi tadi kukunyah, rasanya yang manis gurih tiba-tiba mengecap tenggorokan. Aku ingat, saat itu aku bergelayut manja dipelukan pangeranku yang harum kayu dan cedar.

Aku terkesiap, ketika sesosok renta membuyarkan ingatanku. Tubuhnya berbalut kebaya lusuh dan tidak harum kayu atau cedar. Dengan gemetar dan mata nanar, ia memilah barisan-barisan bangku kayu yang penuh sesak. Kuserahkan singgasanaku kepada sang renta, "Baiklah, akan kunikmati resahku dengan bersandar pada dinding, dan gadgetku," gumamku.

Pada dinding itu, aku terpaku, menantikan kelahiran diriku. Gadgetku tidak lagi dapat mengalihkan sejuta rasa. Ah, seandainya pemilik harum kayu dan cedar itu berdiri bersamaku, aku pasti akan bergelayut dalam pelukannya, bukan pada dinding dingin dan rata ini.

 
-ariisme-

Bilik Jiwa
Serang, 23/9/14

0 comments:

DIALOG JIWA

3:46 PM Unknown 0 Comments

 

Disiang bolong itu, badai menghempas tubuhku, hingga aku terpental bermil-mil jauhnya. Ajaibnya, hempasan itu seolah-olah membebaskan jiwaku dari induk semangnya. Tubuh itu, yang teramat sangat ringkih dan lapuk. Jiwaku berayun, berjingkrak, menggeliat menyesapi hempasan demi hempasan.

Hening, gelap, hangat.
Jiwaku di atas awan.
Namun tubuh ringkih dan lapuk itu menggapai-gapai memohon,

"jangan pergi, wahai jiwa,"

"kaulah yang menggerakkan lengan yang kerontang, kaulah yang membuat 

kaki ini melangkah, kaulah yang meberiku buah karya, kaulah yang 

menjadikan hidup"


Kukerlingkan sekejap mataku, memandangi seonggok tubuh yang terkulai.
Aku merasa jijik, sungguh tubuh yang tak layak untuk untuk kutinggali.


"Lihatlah aku, akulah jiwa, aku sangat indah, aku begitu suci."

"Hey, Sang Maha, apakah aku begitu hina, hingga Engkau tak sudi memberiku semang yang layak?"

"Apakah aku berdosa hingga Engkau tega memberiku semang yang rapuh?"

Kupandangi tubuh peot itu. Semakin lama semakin ringkih dan pucat. Dua bola mata yang hampir mencuat itu manyiratkan tangis yang tercekat dan
menyayat. Bibirnya, yang kering dan retak itu bergerak-gerak lemah, dengan samar ia melirih,


"Wahai jiwa, aku memang rapuh, ringkih dan lapuk. Hanya jika engkau pergi"

"Wahai jiwa, engkaulah jiwaku, engkaulah indahku, sucimu mensucikan aku"

"Wahai jiwa, yang tanpa cela. Sungguh Sang Maha menciptakanmu agar 

engkau membuatku layak"

"Wahai jiwa, hanya Sang Maha yang menimbang dosa"


Dan aku, jiwa yang sombong ini
Hanyut bersama rintihan tubuh ringkih dan lapuk
Aku pulang


-ariisme-
Avalon, 17/9/14

0 comments:

OH MAY GAD

3:27 PM Unknown 0 Comments

Aku tuh ga tahan deh sama suara keras dan mengagetkan. Seperti suara ledakan petasan, suara lampu yang meletup karena konslet, suara balon meletus, apalagi suara tembakan. Aku nyerah, karena setiap kali aku kaget, aku pasti akan refleks menyebut-nyebut nama kelamin pria. Bahkan akupun menobatkan tukang balon keliling itu sebagai musuhku.

Dan anehnya, setiap kali ada balon mendekat, kupingku langsung aja nguing nguing seperti sirine ambulance. Aaahhh segera menghindar deh.

Suatu hari, si hitam yang biasa aku ajak jalan-jalan mogok. Meski udah aku coba untuk restart, eh ga nyala-nyala juga. Ok! aku putuskan untuk naik angkutan umum. Seperempat jam aku berdiri, tapi angkutan umum belum juga lewat. Ahirnya I hailed my hand saat seorang tukang ojek motor melintas. Naiklah aku,,, brrmmm ojek motor mengangkut aku ketujuan. Ah,,, nyamannya dibonceng motor setelah sekian menit berdiri.






Aku menikmati hembusan angin yang menerpa wajahku yang tanpa helm sembari berlaga ala-ala model berpose didepan kipas angin yang mengibaskan rambutnya yang indah dan panjang yang memberikan efek sexy, hot kinky dan lain lain itulah pokonya.

Ojek motorku melaju tidak terlalu cepat dan tidak terlalu pelan, kira-kira hanya di kecepatan 40km/jam. Saat mendekati lampu merah pertama, si abang ojek motor pun mulai mengurangi kecepatan laju motornya. semakin lambat, semakin lambat, lambat dan "dooorrrrrclep!!!!!,",,,,,aku sontak terkaget-kaget sembari refleks memanggil-manggil kelamin pria.

Dengan wajah merona dan malu, aku membetulkan posisi dudukku yang sebetulnya ga kenapa-kenapa juga. Sudah pasti, suara letupan membuyarkan hayalanku. Aku celingukan mencari sumber suara "apaan tuh ya?" Ujarku dalam hati namun tidak kutemukan satu pun hal-hal aneh yang bisa aku jadikan terdakwa sumber bunyi tersebut.

Lampu hijau pun ahirnya melotot, ojek motorku melaju dengan santai membawaku ketujuan. Lagi-lagi aku lena menikmati angin membelai-belai wajahku. Kali ini ojek motorku melaju dijalanan yang berbukit dan berkelok,,, ah serasa di puncak. Aku merasakan motor melaju lebih pelan, tidak seperti awal aku naik tadi.

"Ah, mungkin karena aga naik, jadi pelan-pelan," ujarku dalam hati.

"Dooorrrcleepppp!!!! suara letupan itu kembali mengagetkan aku, sontak kupanggil-panggil kembali kelamin pria yang selalu refleks aku panggil setiap kali aku kaget. Waaahhhh ternyata setiap kali si abang menginjak rem, motornya pasti meletup.

Kakiku langsung menegang, tanganku langsung dingin dan berkeringat, kuremas erat behel motor dibelakang sebisaku, keringat dingin bercucuran dan gigiku langsung bergemeritik.

Dalam hati aku menghitung tanjakan dan turununan serta lampu merah yang akan aku lewati di atas motor yang selalu meletup ketika ngerem. Oh may gad,,,, masih ada 4 tanjakan dan 6 lampu merah.

-ariisme-
Serang, 27 September 2014

0 comments: