PADA BILIK JIWA

4:29 PM Unknown 0 Comments

 




Aku menanti diriku dilahirkan. Dengan resah, aku menunggu di bangku yang penuh sesak itu. Sesekali aku memainkan gadgetku, tidak serius, hanya membunuh waktu.

Manusia lalu-lalang, bercengkrama, menangis, gelisah, seolah-olah mewakili segenap rasaku. Kulayangkan ingatanku pada sepotong roti yang pagi tadi kukunyah, rasanya yang manis gurih tiba-tiba mengecap tenggorokan. Aku ingat, saat itu aku bergelayut manja dipelukan pangeranku yang harum kayu dan cedar.

Aku terkesiap, ketika sesosok renta membuyarkan ingatanku. Tubuhnya berbalut kebaya lusuh dan tidak harum kayu atau cedar. Dengan gemetar dan mata nanar, ia memilah barisan-barisan bangku kayu yang penuh sesak. Kuserahkan singgasanaku kepada sang renta, "Baiklah, akan kunikmati resahku dengan bersandar pada dinding, dan gadgetku," gumamku.

Pada dinding itu, aku terpaku, menantikan kelahiran diriku. Gadgetku tidak lagi dapat mengalihkan sejuta rasa. Ah, seandainya pemilik harum kayu dan cedar itu berdiri bersamaku, aku pasti akan bergelayut dalam pelukannya, bukan pada dinding dingin dan rata ini.

 
-ariisme-

Bilik Jiwa
Serang, 23/9/14

0 comments: