DIA

12:27 PM Unknown 0 Comments

Illustration abstract nude by aja


Dia tidak mengeluh, ketika orang-orang menilai dirinya sakit jiwa.
"Ora urus aku, toh merekapun sama denganku, mereka tidak menyadari, bahwa jiwa merekapun sakit. 

Mungkin karena memakai seragam yang sama dengan si tikus." Ujarnya.

Dia tidak menangis ketika dia dilahirkan dan tak menyusu ibu. Oleh karena itulah dia merasa berhutang nyawa pada kaleng-kaleng susu olahan pabrik.
Lihat saja, kaleng-kaleng susu mengkilat dan bersih itu tertata rapih pada dinding kamarnya

Dia tidak histeris, ketika dunia viral menyetubuhi ksatrianya.
"Mungkin sosok wanita idamannya hanya didapat dari gadgetnya yang bersekutu dengan media sosial,"
"seperti vending machine yang ada di Eropa," gumamnya.

Dia tidak berontak, ketika tangan-tangan renta itu menggerayangi puting susunya yang baru saja tumbuh.
Dia tidak berani, karena si renta harus dan wajib dihormati.
Yang terpaksa ia maafkan, pada detik-detik ia mati.

Dia juga tidak menjerit, ketika kepala penis yang kelimis itu mendarat di bibirnya. Kepala penis yang menyebarkan aroma bau busuk bak sumur nanah di dasar neraka jahanam.
Dia masih sangat muda dengan segala kepolosannya, saat itu.

Dia tidak bergeming, ketika bapaknya menggandeng istri muda haram jaddahnya ke peraduan,
Yang setahuku, hanya bapak dan ibuku saja yang diperbolehkan menikmati peraduannya.
 
Bapaknya bilang, pernikahan hanya judul saja, sebagai simbol kesakralan, hanya sebatas bukti pada selembar kertas. Sisanya, bergantung pada kesucian hati masing-masing manusia.

Lalu,
Kemudian,
Bagaimana Dia?
Bagaimana Aku ?
bagaimana Kita ?
Bagaimana Kami ?

-ariisme-
Serang, 30/9/14

0 comments: