WAJAH BINATANG

1:10 PM Unknown 0 Comments



Seperti sebuah nada, akulah Sisumbang, memekakkan telinga penikmat harmoni. Entah berapa banyak nada-nada sumbangku telah merasuki indera pendengaran mereka. Ratusan,atau bahkan ribuan kali, 
entahlah seingatku pekerjaan ini telah aku jalani sejak lahir.



Lihatlah laki-laki tua berwajah kera disana, setiap hari dia duduk di kursi itu. Aku tidak tahu apa istimewanya meja di sudut yang berjedendela lebar itu. Wajahnya selalu sama, menatap lurus gelas-gelas anggur yang berserakan membasahi taplak sutranya. Tanpa ekspresi, tanpa sedikitpun bergeming ketika lalat lalat hijau mendarat di atas batang hidungnya.



Di seberang mejaku, wanita tua berwajah domba tidak henti-hentinya memamahbiak. Tidak ada seorangpun tau apa yang dikunyahnya hingga berjam-jam, berhari-hari, berbulan-bulan. Dan tentu saja aku tidak sanggup membayangkan wujud makanan yang telah dikunyahnya itu. Seperti lelaki berwajah kera, wanita berwajah domba itu pun tanpa ekspresi, menatap tajam mesin tik rongsok di hadapannya. Laki-laki muda berwajah tikus, wanita muda berwajah gajah, remaja-remaja tanggung berwajah ayam, kuda, kerbau dan badak, semua sama. Tidak bergerak sedikitpun dan tanpa ekspresi.



Illustration by charlotte-caron
Tidak ada suara manusia bercakap-cakap di ruangan ini, hanya denting piano dan nada sumbangku yang samar dan serak karena letih dan muak. Sang pianis,,, aaahhh dia sangat gagah, laki-laki sejati berwajah tampan yang setia mengiringi nada-nada sumbangku. Tak segan-segan dia membawakan aku secangkir kopi pahit setiap kali kami merasa jengah dan mencuri waktu untuk bersantai. Aku merasa nyaman menghabiskan bercangkir-cangkir kopi pahit bersamanya meski hanya sesaat, meskipun hari yang kami habiskan bersama sangat panjang.



Kehadirannya membawa hangat seperti wangi rempah. Aku menyukai segala gerak geriknya, sosoknya yang seperti pangeran dalam dongeng putri raja, dengan senyum yang mampu membuat matahari bersinar lebih lama, dan bulan memancarkan cahayanya hingga tenggelam ke dasar lautan.



Sungguh sebuah kesempurnaan. Kesempurnaan yang seharusnya membawa bahagia. Namun tidak untuknya. Kedua tangannya terikat pada rantai bergerigi dan kedua kakinya tertaut pada seonggok bola besi yang tidak dapat digerakan oleh manusia biasa. 

Dan mereka,
mereka telah memotong lidah Sang Pianis.


Pianisku,



Setiap hari, kami melantunkan nada-nada sumbang di tengah manusia-manusia berwajah binatang. 

Tanpa ekspresi, hanya nada sumbang.




Serang, 15/09/14

0 comments: