PADA SUATU MIMPI

7:23 PM Unknown 1 Comments



Suara itu kembali berbisik ditelingaku. Dan lagi-lagi, aku menolak logikaku untuk mengabaikannya. Kakiku bergerak berlawanan dengan apa yang diperintahkan oleh otak. Aku hanya tertuju kepadanya, Ia yang melayang-layang, memanggil sayup namun memenuhi ruang nalarku.

Hiruk pikuk manusia tidak menghentikan aku melangkah. Aku hanyut. Oohh betapa suara itu sangat lembut, terasa hangat bagaikan suara ibu menina bobokan bayinya yang mungil dan rapuh. 



Aku sangat menyukainya, dan begitu pun sebaliknya. Setidaknya itu yang aku rasakan.

“Jangan berhenti”,  bisiknya.

Aku terus berjalan, mengikuti kemana arah suara itu membawaku. Setiap bisikannya memberikan rasa hangat yang seketika saja mejalar keseluruh tubuh, meresap di setiap aliran darahku, hangat yang membuat aku sangat nyaman, yang rasanya aku akan sangat mati-matian mempertahankannya jika saja suatu saat ada seseorang ingin mencurinya dariku.

 “Jangan takut”, lirihnya.

Kali ini aku bisa merasakan Ia menyentuh tanganku dengan lembut, meninggalkaan jejak kupu-kupu. Aku bergetar, aku lena. Darahku mengalirkan debar-debar yang sama dengan yang kurasakan ketika pertama kali aku merasakan jatuh cinta, ketika pertama kalinya aku memeluk mahluk kecil mungil yang senyumnya semanis buah anggur, ketika aku menjadi seseorang yang dipuja, seperti ketika aku menjadi satu-satunya. 


Orgasmic dan tidak tertandingi.   

Kudaki bukit itu, kuseberangi sungai yang mengalir yang membelah daratannya. Pohon-pohon yang lebat mengantarkan aroma matahari bercampur pinus. Dan di sana, terbentang luas dunia yang tak pernah kulihat selama aku hidup. 

Pohon-pohon rindang, gemericik air terjun yang berpendar warna pelangi, manusia-manusia kecil mungil yang berterbangan dengan wajah bahagia, sayap yang transparan namun berwarna-warni, dan telinganya, memiliki bentuk yang aneh, bagian atasnya meruncing seperti  kelelawar.

Tiba-tiba saja mereka berhenti berterbangan, mereka menoleh kearahku, dan secepat kilat bersembunyi di balik pohon Mallow. Aku terkesiap, melemparkan pandangan ke kiri dan ke kanan mencari-cari sosok mereka, aku berharap masih ada salah satu dari mereka yang tidak merasa takut dengan kehadiranku.



Kuberanikan diri melangkah lebih jauh, kupanggil-panggil Si pemiliki bisikan yang telah membawa aku ke  negeri yang asing ini.

“Hey, bisikan, dimanakah aku berada”.

“Mengapa mereka bersayap seperti capung dan kupu-kupu?”, bisikku parau.

Tak ada satupun suara menjawab pertanyaanku.

“Hey,,,bisikkan, mengapa kau meninggalkan aku disini?".

Tidak ada jawaban.

Kurasakan perutku keroncongan, aku ingat aku belum makan sejak kemarin. Aku mencari-cari pohon yang buahnya bisa kumakan, aku melangkah ke arah dimana mahluk-mahluk kecil lucu itu bersembunyi. Ku sibak rimbunannya, ku petik buah-buah Mallow yang ranum.

Terbersit pertanyaan di benakku,

"Berapa lama aku berjalan di tengah hutan?". 

“Pasti telah berhari-hari ,terlihat dari lahapnya aku memakan buah-buah Mallow itu,” gumamku.

“ Negeri yang sangat indah, di manakah aku?,” kembali aku bergumam.

Ku lahap butir-butir Mallow yang kupetik langsung dari pohonnya, hingga perutklu mengencang, kurebahkan badanku yang lelah sembari menatap langit cerah yang berpelangi meski tidak hujan. 


Angin bertiup sepoi-sepoi, semakin membuat kantukku menyerang membabi buta, tubuhku meminta haknya untuk berhibernasi.

Akupun lelap dalam atmosfir asing yang menenangkan.  


Sungguh, aku tak ingin pulang.

Serang, 3/10/14

1 comments:

devonapixie said...

aku sukaaaa di sini...